Kenalin aku Risma Damayanti, akhirnya aku bikin FF oneshoot nih!! dibaca ya??! maaf klo gaje! (-_-)
Cast : Iqma Fatimah, Mario Maurer, Adnan Mufid (Dokter Adnan), dan ibu Risma
Lenght : oneshoot
Tik tik tik.....
Kudengar suara rintik hujan di luar rumah sakit. Aku menoleh kearah luar. ‘Kalau hujan begini apa Mario akan datang?’ ucapku dalam hati. Ketika sedang berpikir, kudengar suara pintu kamar rawatku dibuka. Aku menoleh kearah pintu.
“Mario! Kau datang?!” Kataku ketika melihat lelaki yang berdiri di pintu Kamar Rawatku dengan baju yang basah kuyup.
“ Handuknya mana, Iqma? Aku kebasahan nih!” jawabnya sambil memasuki kamar rawatku dan menutup pintu. Aku berjalan kearahnya sambil membawa handuk dan menyerahkannya. Ia mengambil handuk itu dan berkata “Thanks” lalu ia mengeringkan badannya yang basah kuyup itu. Aku berjalan ke arah tempat tidurku dan duduk diatasnya.
“ Kenapa hujan-hujan begini kau datang?” Tanyaku padanya.
“ Memangnya kenapa? Selama ini aku memang selalu datang kan?!” jawabnya sambil terus berusaha mengeringkan diri. Ya, memang sejak 6 tahun yang lalu dia selalu datang untuk menjengukku disini.
*Flashback
Pertama kali aku melihatnya ia sedang berjalan dengan wajah tersenyum lebar di taman. Hari itu aku sedang berjalan-jalan. Aku bosan karena terus dikamar. Aku terus memperhatikan wajah cerianya. Tiba-tiba saja ia menyapaku,
“ Hei, maukah kau menjadi temanku, perkenalkan namaku Mario Maurer. Kelihatannya kita seumuran ?! Siapa namamu? ” Tanya nya padaku.
“ Ah, aku Iqma Fatimah “ Jawabku.
Kemudian kami mengobrol. Ia bercerita tentang lukanya dan sekolahnya. Ia masuk rumah sakit karena terluka akibat pertengkaran ketika melerai temannya yang sedang bertengkar. Saat itu kami masih berumur 9 tahun. Aku senang dengan keberadaan Mario di rumah sakit karena sebelumnya aku belum pernah punya teman. Sejak saat itu, selama 2 minggu aku selalu bermain bersamanya. Tapi hari ini ia akan pulang.
“ Iqma aku akan pulang hari ini. Kata dokter, lukaku sudah sembuh jadi aku diperbolehkan pulang!” Ucap Mario pada minggu keduanya di rumah sakit. Aku menatapnya dengan sedih, tapi aku berusaha menunjukkan wajah gembiraku.
“ Waahh Bagus kalau begitu!” Kataku tersenyum padanya. Namun perlahan-lahan air mataku jatuh. Aku menangis.
“ Kenapa menangis Iqma ?” Tanya Mario. Ia mendekatiku dan menghapus air mataku dengan tangannya (maunya deh Iqma ^,^)
“ Hiks.. hiks aku.. aku pasti akan kesepian kalau tidak ada kamu!” kataku sambil menangis. Ia menatapku sambil tersenyum.
“ Kau tenang saja, setelah keluar rumah sakit aku akan mengunjungimu setiap hari sepulang sekolah!” kata Mario menghiburku. Aku mengangkat kepalaku menatapnya.
“ Aku akan datang setiap hari! Jadi kau tak akan kesepian kan?” katanya.
*Flashback end
“ Hei kau ini benar-benar bodoh ya? kan kau bisa pakai payung kesini!” Omelku padanya.
“ Benar juga! Kenapa tidak terpikir olehku ya?!” katanya dengan bodohnya. Aku menghela napas karena kebodohannya.
“ Crazy!” Makiku padanya. Ia hanya tersenyum mendengar makianku.
“ Apa kau baik-baik saja hari ini, Ma? Kau tidak kambuh kan?” tanya Mario padaku.
“ Hmm, akhir-akhir ini sudah jarang kambuh!” jawabku. Ia tersenyum.
“ Ahh iya aku lupa. Untung tidak basah!” serunya sambil mengeluarkan sebuah amplop cokelat dan memberikannya padaku. Aku mengambilnya dan mengeluarkan isinya. Ternyata isinya adalah sebuah foto Kembang Api yang sangat indah,
“ Aku ingin sekali tahun baru sekarang ini melihat kmebang api bersamamu !! senyumku padanya.
“ Baiklah” Jawab Mario padaku.
“ Tapi.... pasti sulit untuk mendapatkan izin keluar rumah sakit.!” jawabku lesu.
“ Benar juga ya?! hmm kalau begitu kita tunda saja debut nonton kembang api-nya sampai kau sembuh!” kata Mario sambil tersenyum.
“ Ahh tidak usah! Mario nonton saja dengan pacarmu! Pacarmu pasti menantikkannya!” kataku. Aku kan tidak mungkin membiarkannya menunggu untuk waktu yang tak tahu berapa lama untuk menonton kembang api tahun baru ini. Penyakit jantungku sudah ada sejak kecil. 7 tahun yang lalu semakin parah sehingga aku harus tinggal di Rumah Sakit ini. Rumah sakit ini sudah seperti rumahku sendiri. Untuk sembuhpun belum pasti kapan.
“ Aku tidak akan pacaran sebelum Iqma sembuh! Jadi kau tak usah khawatir” katanya lagi.
“ Jangan begitu! Aku tidak ingin kau terpaksa karena aku!”
“ Siapa yang bilang aku terpaksa. Aku melakukannya karena aku ingin. Cuma mau ngasih saran jadi orang jangan ke geeran ^,^!” katanya sambil tersenyum lebar. Aku menatapnya dan berjalan menghampirinya. Aku memeluknya. Dan menangis.
“ Thanks, Mario. Thank you very much!” ia mengusap-usap kepalaku lembut. Ia memang teman terbaikku.
Keesokan harinya,
“ Iqma!” aku menoleh. Dan melihat Mario berdiri dengan senyum lebarnya.
“ Mario.. hari ini sekolahnya pulang cepat ya?!” tanyaku
“ Hmm! Karena guru-guru sedang rapat kami pulang cepat!” jawabnya. Ia mengeluarkan setumpuk foto. Ia memberikannya padaku. Ternyata itu foto kucing yang sangat lucu!
“ Waahhh lucuuunyaaaa!!” seruku senang. “ Uh!” Tiba-tiba dada sebelah kiriku terasa seperti ditindih benda yang sangat berat secara tiba-tiba. ‘Apa?? Tidak mungkin!!’
“ Iqma??” kudengar Mario memanggil namaku cemas. Foto-foto kucing lucu itu jatuh berserakkan di lantai. Lalu Mario berdiri dan berkata
“ Tunggu sebentar, aku akan memanggilkan dokter!” kata Mario cemas. Aku memegang lengan bajunya untuk menahannya.
“ Tidak... Tidak perlu! Sudah baikkan! Aku sudah baikkan! Hh..hh” kataku terengah-engah. Mario duduk kembali dan menatapku cemas.
“ Benar sudah baikkan??” tanyanya untuk meyakinkan.
“ Ya sudah baikkan kok..” kataku meyakinkannya dengan tersenyum. Sebenarnya ada satu hal yang belum kukatakan padanya. Dan aku tidak bisa mengatakannya. Lalu aku melihat Dokter Adnan sedang melewati kamarku dan berhenti ketika melihat Mario.
“ Oh! Mario?!” kata Dokter Adnan.
“ Ahh dokter telat deh!!” kata mario.
“ Eh??”
“ Ahh enggak kok dokter!” Kataku. Aku tidak ingin dokter jadi khawatir.
“ Hmm? Oh iya Mario sebaiknya kau segera bujuk Iqma. Kalau tunggu lebih lama lagi...”
“ Tung...!” potongku namun tak dihiraukan oleh mereka.
“ Tubuhnya tak akan tahan lagi untuk operasi!” lanjut Dokter Adnan.
“ Hentikan dokter!!” Teriakku. Raut wajah Mario seketika itu juga kaget.
“ Apa?? Tidak akan kuat lagi?? Apa maksudnya ini?” tanya Mario.
“ Masa sih kau belum bilang?!” kata dokter padaku.
“ Bukan.. bukan begitu...!” sanggahku. Mario menatapku dengan tatapan bingung. Aku terdiam. Bingung harus bicara apa.
“ Maaf Rio.. aku.. aku harus Operasi untuk bisa sembuh sepenuhnya. Tapi kemungkinan sembuhnya hanya 25 persen. Tapi kalau aku tidak operasi aku hanya bisa hidup selama 1 tahun saja” kataku menjelaskan hal paling tidak ingin kukatakan padanya. Ia menatapku dengan marah.
“ Apa?? Satu tahun?? Jangan bercanda! Kenapa kau tidak bilang?!” teriaknya marah. Aku balum pernah melihatnya semarah itu padaku.
“ Tenanglah Mario. Aku memintamu untuk membujuknya dengan baik-baik.” Kata Doter Adnan.
“ Diam!!” bahkan ia yang selalu sopan saja berani membentak dokter Adnan.
“ Biarpun kemungkinan Sembuhnya hanya 1 persen. Kau masih punya kesempatan!” katanya marah. Kulihat wajahnya yang marah. Aku tahu akan seperti ini jadinya.
“ Setidaknya kalau tidak operasi aku bisa menemanimu selama 1 tahun” kataku lemah.
“ Meski Cuma sebentar aku ingin selalu bersamamu kamu ” lanjutku.
“ Apa hanya 1 tahun? Cuma 1 tahun kan??” katanya.
“ Apa aku mau membertaruhkan 25 % itu!! Aku kan yang mau mati!!” teriakku kesal. Aku... aku tidak mau.. tidak mau. Aku ingin bisa bersama-sama dengan kamu. Nggak secepat itu berpisah.
“ Aku hanya ingin bersamamu, Mario” kataku lagi.
“ Baiklah. Jika kemungkinannya Cuma 25 persen. Aku akan mempertaruhkan 75 persennya untuk hidupku! Aku berjanji akan selalu menyayangimu, Iqma sampai aku mati!”
“ Dengan begini sama saja 100% kan?!”
***
Aku mengerjapkan mataku. Aku menolehkan kepalaku dan melihat Mario yang tertidur di tepi ranjangku dengan kepala di atas tangannya yang dilipat diatas ranjang. Aku tersenyum melihatnya. ‘ Aku tidak akan pernah bisa menang darinya’. Aku melihat sebuah kamera digital didekat ranjangku. Kuraih kamera itu dan menyalakannya.
Ctik! Bunyi kamera dan Bliztnya memenuhi kamar yang gelap itu. Kulihat Ryu yang bergerak dan mengerjapkan matanya terbangun. Mungkin karena bunyi kameranya.
“ Hmmm.... kau sedang memotret apa Iqma??” tanyanya sambil mengusap-usap matanya.
“ Eh.. maaf Rio. Aku hanya ingin mengambil fotomu. Soalnya aku ingin punya fotomu!” kataku dengan perasaan bersalah karena sudah membangunkannya. Ia menatapku dengan bingung.
“ Aku ingin punya foto Mario, supaya kalau jantungku kambuh dan kamu tak ada disini, aku bisa melihat fotomu dan merasa Mario ada disampingku!” kataku lagi sambil tersenyum.
“ Kalau begitu, kita foto berdua saja. Dan nyalakan saja lampunya supaya terang!” kata Mariodan berjalan menuju Sakelar Lampu dan menyalakannya. Ia berjalan kearahku dan mengambil kamera itu dari tanganku.
“ KATAKAN CHEEESSEEE!!”
Ctik!!
Aku melihat hasil foto kami dengan tersenyum.
“ Mario... aku.. Operasi itu aku mau melakukannya!” kataku pada Mario yang membuatnya tertegun menatapku. Dan kemudian memelukku erat.
“ Aku pasti mendukungmu! Semangat!” katanya.
“ Ya! aku sayang kau Mario, Sahabat terbaikku!” kataku tulus.
“ Hmm! Aku juga sayang Iqma, Sahabat terbaikku!”
***
Seminggu sudah berlalu sejak aku memutuskan untuk mau melaksanakan operasi itu. Hari ini adalah hari Operasi yang sangat menentukan itu. Aku menoleh ke arah Jam dinding. Pukul 06.55. operasinya akan dimulai pukul 7 tepat tinggal 5 menit lagi. Tapi Mario belum datang. ‘ apa terjadi sesuatu padanya?’ pikirku cemas.
“ Iqma 5 menit lagi, saya jemput untuk ke ruang operasi. Sekarang saya mau menyiapkan segalanya dulu. Saya permisi” kata seorang suster. Aku mengangguk.
“ Mario.. kau dimana?” bisikku. Tiba-tiba kudengar pintu terbuka. Aku menoleh.
“ Mario!!” seruku senang. Kulihat Mario terengah-engah, sepertinya dia habis berlari. Bajunya pun kotor terkena lumpur.
“ Untung masih sempat!” kudengar ia berkata.
“ Mario! Kemana saja kau? Kenapa bajumu kotor begitu?!” tanyaku. Lalu turun dari ranjang menghampirinya.
“ Tadi aku terjatuh di depan tempat cetak foto. Ini untukmu!” katanya sambil memberikan selembar kertas foto padaku. Itu adalah foto yang kami ambil seminggu yang lalu.
“ Kau kotor sekali!” kataku. Aku mengulurkan tanganku untuk membersihkan wajahnya. Tapi ia menghindar.
“ Ahh jangan disentuh nanti kau jadi kotor sebelum operasi!” katanya. Aku tersenyum.
“ Mario.. kalau nanti aku tidak ada. Aku ingin kau berjanji untuk tidak sedih dan tidak melupakanku. Apapun yang terjadi aku akan selalu ada di hatimu kan?!” kataku tersenyum. Mario menatapku dengan tatapan yang sulit dibaca.
“ Janji ya?!” kataku sambil menunjukkan senyum termanisku yang mungkin akan jadi yang terakhir kuberikan untuknya.
***
“ Iqma..”
“ Iqma..”
Aku mengerjapkan mata ketika namaku dipanggil. Aku tersentak. ‘ aku masih hidup! Berarti...?!’. kulihat wajah gembira Ibuku yang bernama Risma dan dokter Adnan.
“ Iqma operasinya berhasil nak!” seru ibuku sambil memelukku erat.
“ Iya bu.!” Jawabku senang. Ibuku melepaskan pelukkannya dariku.
“ Selamat ya Iqma. Mulai sekarang kau bisa sekolah lagi!” kata Dokter Adnan tersenyum.
“ Ya. terimakasih dok!” ucapku senang. Aku melihat sekeliling mencari-cari sosok yang sangat ingin kutemui saat ini. tapi aku tak melihatnya di mana pun.
“ Bu, Mario mana?” tanyaku pada ibuku. Tiba-tiba saja raut wajah ibuku dan Dokter Adnan menjadi murung. Aku merasakan sesuatu yang tidak enak.
“ Ada apa, Bu?”
“ maaf nak.. Mario.. sudah tidak ada” jawab ibuku lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya menangis.
“ Apa maksud bu? Apa Mario sudah pulang duluan?” tanyaku cemas. Perasaanku sangat tidak enak. Jangan-jangan..
“ Maaf nak.. Mario mengalami kecelakaan. Ia tertabrak mobil didepan tempat cetakfoto di Shibuya ketika menuju kesini. Dan meninggal di tempat.” Jawab Dokter Adnan.
Deg!
Apa yang dia katakan?? Itu tidak benar kan? Bohong kan??
“ Dokter bohong kan?! Tadi Mario ada disini untuk memberikanku ini!” kataku pada dokter Adnan dan mengeluarkan foto kami dari bawah bantal. Tiba-tiba aku tersadar. Foto ini..
‘Tadi aku terjatuh di depan Tempat cetak foto. Ini untukmu!’ katanya sambil memberikan selembar kertas foto.
Aku merasakan air mataku terjatuh.
“ Ini semua Bohong kan?! Ini tidak mungkin! Sama saja bohong kalau aku hidup tapi Mario tidak!! Bu ini bohong kan?!!” tanyaku lagi. Air mataku terus mengalir deras. Kenapa begini? Ya tuhan! Tiba-tiba mataku tertuju pada benda yang ada dibawah bantalku. Sebuah buku. Aku tidak merasa pernah meletakkan sebuah buku di bawah bantalku.
Aku ambil buku itu. Aku membuka halaman tengahnya. Ada bacaan disitu.
“Iqma... .. kalau nanti aku tidak ada. Aku ingin kau berjanji untuk tidak sedih dan tidak melupakanku. Apapun yang terjadi aku akan selalu ada di hatimu kan?!
Ini kata-katamu lhoo!! v(>.^)v
Pokoknya kau harus selalu bersemangat ya! janji?!”
Aku menangis membaca tulisan itu. Mario... maafkan aku.. aku akan selalu menyayangimu. Aku janji!
***
Sudah satu tahun sejak Mario meninggal. Aku selalu mengunjungi makamnya setiap seminggu sekali. Sekarang aku sedang berdiri di samping makam Sahabat Terbaikku. Aku perlahan berjongkok meletakkan bunga diatas makamnya lalu memegang batu nisan bertuliskan namanya
‘MARIO MAURER’
“ Hai Mario, Apa kabar? Aku sangat merindukanmu! Apa kau merindukanku?. Nggak kerasa ya, udah satu tahun kita pisah. Sekarang aku bisa sekolah lagi sepertimu dulu! Aku senang bisa dapat banyak sekali teman disekolah. Aku harap kau juga tenang ya disana. Aku harap kau bisa melihat banyak hal yang lebih indah. Kau tahu, aku benar-benar merindukanmu.” Kataku. Aku melihat jam tanganku. Lalu berdiri.
“ Ahh maaf Mario. Aku harus pergi. Ada eskul disekolah. Sampai jumpa. Aku menyayangimu. Kau juga kan?” kataku lalu tersenyum dan berjalan menjauhi makam Mario. Tiba-tiba angin lembut berhembus dan aku mendengar samar-samar suara yang kurindukan.
‘aku juga menyayangimu, Iqma’. Aku tersenyum dan mengangguk. Dan berjalan menjauhi makam Mario.
~THE END~ ^.^
ARIGATO GOZAIMASU...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar